mnordins
Apprentice 1.0
Disclaimer :
Thread ini ditulis bertujuan untuk mendapatkan masukan dalam melaksanakan proses usaha WebHosting, dan tidak bertujuan untuk menjatuhkan pihak manapun. Sehingga saya terbebas dari tanggung jawab atas segala akibat negatif dari thread saya ini.
Saya sangat ingin sekali membuka usaha dibidang WebHosting, namun saya tidak mau gegabah dalam melangkah. Maka langkah pertama yang saya lakukan adalah membaca peraturan pemerintah Indonesia (dalam hal ini Undang-Undang ITE).
Setelah membaca dan (sedikit) mencermati UU ITE tersebut, maka terbersit sedikit kesimpulan (bagi saya) yang (sedikit) melegakan apabila saya mengambil langkah menjadi Reseller terlebih dahulu.
Jika kita cermati pada UU ITE Pasal 21 Ayat 1, Menyatakan :
Kemudian, pada Ayat 2 :
Dari 2 Ayat tersebut, maka perlindungan bagi Reseller (atau bisa juga disebut Agen Elektronik - dalam pendapat saya) cukup jelas. Sehingga apabila ada aktifitas illegal dari klien (yang bertransaksi melalui reseller), maka seharusnya yang bertanggung jawab adalah penyedia layanan hosting, bukan Reseller.
Di sisi lain, bagi penyedia layanan hosting (non-reseller), asumsi saya adalah telah memiliki infrastruktur yang cukup kuat untuk melakukan pengecheckan berkala terhadap isi dari klien-klien nya.
Mungkin ini bisa menjadi tambahan pasal bagi ToS Reseller, namun perlu disediakan fasilitas untuk melakukannya (script atau cron, mungkin bisa menjadi solusi. - saya belum tau teknisnya seperti apa).
Pertanyaannya adalah... bagaimana dengan status "White Labelled Reseller"? secara kasat mata, Reseller bertipe seperti ini apakah bisa diasumsikan sebagai "Penyedia Layanan", atau "Agen Elektronik"?
Thread ini saya tulis karena terinspirasi kasus "MahaVikri" beberapa tahun yang lalu... ada ide atau saran?
Thread ini ditulis bertujuan untuk mendapatkan masukan dalam melaksanakan proses usaha WebHosting, dan tidak bertujuan untuk menjatuhkan pihak manapun. Sehingga saya terbebas dari tanggung jawab atas segala akibat negatif dari thread saya ini.
Saya sangat ingin sekali membuka usaha dibidang WebHosting, namun saya tidak mau gegabah dalam melangkah. Maka langkah pertama yang saya lakukan adalah membaca peraturan pemerintah Indonesia (dalam hal ini Undang-Undang ITE).
Setelah membaca dan (sedikit) mencermati UU ITE tersebut, maka terbersit sedikit kesimpulan (bagi saya) yang (sedikit) melegakan apabila saya mengambil langkah menjadi Reseller terlebih dahulu.
Jika kita cermati pada UU ITE Pasal 21 Ayat 1, Menyatakan :
dengan penjelasan :Pengirim atau Penerima dapat melakukan Transaksi Elektronik sendiri, melalui pihak yang dikuasakan olehnya, atau melalui Agen Elektronik.
Yang dimaksud dengan “dikuasakan” dalam ketentuan ini sebaiknya dinyatakan dalam surat kuasa.
Kemudian, pada Ayat 2 :
Pihak yang bertanggung jawab atas segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur sebagai berikut:
- jika dilakukan sendiri, segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik menjadi tanggung
- jawab para pihak yang bertransaksi;
- jika dilakukan melalui pemberian kuasa, segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik
- menjadi tanggung jawab pemberi kuasa; atau
- jika dilakukan melalui Agen Elektronik, segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik
- menjadi tanggung jawab penyelenggara Agen Elektronik.
Dari 2 Ayat tersebut, maka perlindungan bagi Reseller (atau bisa juga disebut Agen Elektronik - dalam pendapat saya) cukup jelas. Sehingga apabila ada aktifitas illegal dari klien (yang bertransaksi melalui reseller), maka seharusnya yang bertanggung jawab adalah penyedia layanan hosting, bukan Reseller.
Di sisi lain, bagi penyedia layanan hosting (non-reseller), asumsi saya adalah telah memiliki infrastruktur yang cukup kuat untuk melakukan pengecheckan berkala terhadap isi dari klien-klien nya.
Mungkin ini bisa menjadi tambahan pasal bagi ToS Reseller, namun perlu disediakan fasilitas untuk melakukannya (script atau cron, mungkin bisa menjadi solusi. - saya belum tau teknisnya seperti apa).
Pertanyaannya adalah... bagaimana dengan status "White Labelled Reseller"? secara kasat mata, Reseller bertipe seperti ini apakah bisa diasumsikan sebagai "Penyedia Layanan", atau "Agen Elektronik"?
Thread ini saya tulis karena terinspirasi kasus "MahaVikri" beberapa tahun yang lalu... ada ide atau saran?